Dengar! Tidak satupun aku teringat dengan kegiatan yang pernah kita lakukan dulu
Tidak ada satu ceritapun tentang kita yang terngiang di kepalaku
Air matamu tidak akan mampu untuk mengubah sesuatu menjadi yang kau inginkan...!!
Tapi kata-kata itu hanya berkumpul di kepalaku. Tidak sanggup aku utarakan langsung ke hadapannya. Aku memandangi wajahnya di dalam cahaya yang remang. Sesekali kulihat dia tersenyum sinis memandangku. Tapi terkadang aku melihat pancaran mata hampa menyusuri lampu2 yang sengaja di setting memudar. Kami di cafe itu. Ya..Cafe tempat pertama kali kami jadian. Tempat di mana aku memberikan kejutan indah yang mungkin terlupakan olehnya saat ini. Memberikannya kesempatan untuk menikmati sebotol Wine mahal yang sengaja kupesan khusus untuk malam itu bersamanya.
Tapi tidak! Sekali lagi aku menghalangi pikiranku untuk mengenang keindahan bersamanya. Dia sama saja seperti binatang. Aku tidak akan meletakkannya lagi sebagai manusia di pikiranku. Jadi untuk apa aku disini bersamanya? Aku lupa.
"Jadi sekarang mau kamu apa?" pertanyaannya memecah keheningan.
"Kita putus!"
Aku pikir ini yang terbaik untuk kedua belah pihak. Hubungan ini sudah tidak penting untuk dilanjutkan. Terlalu banyak duka yang lahir dari hubungan ini. Aku menginginkannya seperti yang dulu. Teman terbaikku yang sangat mengerti tentang kehidupanku. yang mensupportku dengan sayang bukan cinta, dengan kasih bukan nafsu, dengan tenaga bukan uang. Tapi pilihan itu sudah kuambil jauh hari sebelum aku memikirkan kembali dampak keputusanku.
Memang kebiasaan manusia menyelesaikan masalah pikiran dengan berkata kenapa aku membuat pilihan ini kalau tau begini akhirnya. Penyesalan selalu datang saat kita tau hasil akhirnya. Bukan itu penyelesaiannya. Tapi semua ini harus diselesaikan walau hati yang jadi taruhannya.
Aku baik baik saja tanpa kamu, itu doktrin yang kutanamkan di pikiranku. Kamu yang terlahir untuk menghiasi hidupku akhirnya harus mengakhiri masa itu. Mengenalmu hampir seluruh masa mudaku, membuatku yakin kamu tidak akan pergi begitu saja meninggalkanku di sudut ruang yang sering kita kunjungi ini. Ruangan yang dulu familiar, kini mendadak asing di pikiranku.
Belum ada jawaban yang keluar dari bibirnya. Hanya saja asap rokok yang mengebul perlahan sudah berubah menjadi cepat. Keningnya yang polos berubah menjadi kedutan kedutan yang merubah parasnya menjadi beringas. Aku takut melihatnya. Aku takut tiba-tiba dia akan berubah menjadi serigala yang lapar dan siap memangsaku yang tepat berada di hadapannya.
Tapi ternyata tidak, kerutan itu perlahan-lahan memudar dan asap itu hilang.
"Jika itu yang terbaik buatmu aku terima", jawabnya sambil tersenyum. "Lagi pula sayangku lebih besar dari cintaku".
Setelah mengucapkan kata-kata itu dia bangkit dari hadapanku dan berlalu pergi ke meja kasir. Aku hanya tertegun melihatnya.
"Sebaiknya kita pulang masing-masing saja ya..itu lebih baik" serunya dari meja kasir sambil melambaikan tangan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Belum pernah aku senyaman ini melepaskan sesuatu yang sangat berarti untukku. Sepertinya baru kemarin aku mendesaknya merubah status persahabatan menjadi kekasih. Aku tidak tau, setan apa yang merasukiku hingga menjadikan sayang itu berubah menjadi cinta, kasih itu berubah jadi nafsu dan tenaga berubah menjadi uang.
Walau aku berulang kali memberikannya kepedihan tapi tidak sedikitpun isyarat wajahnya membenciku. Aku tidak tau apa yang ada dipikirannya. Yang aku tau pasti dia akan menghentikan langkahku untuk menyakitinya kembali.
Aku tidak pernah melupakan saat terindah di cafe ini. Saat dimana kamu memanjakanku dengan wine terbaik di hari ulang tahunku. Kamu begitu memahamiku. Tapi aku...aku hanya manusia yang gagal untuk bisa membahagiakanmu.
Sebelum aku kembali mengajakmu ke cafe ini saat ini, kamu mengancurkan hatiku dengan mengatakan untuk mengakhiri hubungan ini melalui pesan singkat. Aku marah.. marah sekali. Rasanya aku ingin mengambil sebuah pisau dan menusuknya berkali2 ke jantungmu. Tapi.. sekali lagi rasa sayang itu mengalahkan marahku. Aku menutup mata dan memahami sebuah arti kata melepas derita. Ini pilihanku dan harus aku akhiri derita ini.
Bagaimana kalau kita bertemu untuk membicarakannya?
To : Risa
17/08/2000 06:52
-------------------------------------
Received
Boleh.. aku tunggu kamu di Cafe biasa, 12.00
From: Risa
17/08/2000 06:56
Dan kami pun bertemu. Komunikasi sepanjang waktu 12.00 s/d 15.00 hanya antara dia dan pelayan, aku dan pelayan. Hingga akhirnya sepanjang waktu itu kami bertemu mata untuk pertama kalinya.
"Jadi sekarang mau kamu apa?" pertanyaanku memecah keheningan.
"Kita putus!" serunya dengan wajah yang masih sama. Bening tanpa kebencian.
Aku terdiam seribu bahasa. Aku sadar hari ini waktunya akan tiba. Tapi mendengar kata-kata itu aku kembali dirasuki kemarahan yang luar biasa. Harga diri dan egoku menguasaiku begitu gilanya. Rokok yang kuhisap semakin tidak kusadari. Masuk keluar ke tubuh ini tanpa porsi yang pas. Tapi aku mulai tersadar saat melihatnya pucat ketakutan. Sungguh sayang ini mengalahkan segalanya.
"Jika itu yang terbaik buatmu aku terima", jawabku sambil tersenyum. "Lagi pula sayangku lebih besar dari cintaku". Setelah mengucapkan kata-kata itu aku pun beranjak pergi ke meja kasir dan berfikir bahwa aku butuh waktu untuk menenangkan diriku.
"Sebaiknya kita pulang masing-masing saja ya..itu lebih baik" seruku dari meja kasir sambil melambaikan tangan.
Walaupun langkahku tegap tapi akan goyang jika ada angin selembut sutra pun menghembusku. Aku salah.. aku binatang. Tapi akan kuperbaiki kisah ini menjadi ending yang penuh kebahagiaan bukan penuh dengan kebencian.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semudah itu..? pikirku. Aku tidak perduli dengan tatapan semua orang yang sudah beradaptasi dengan cafe ini melihatku. Ya memang..aku terasa asing disini dan orang yang begitu aku cintai melangkah pergi jauh dari hadapanku. Sedangkan punggung itu pun aku tidak sanggup untuk melihatnya.
Beberapa menit berlalu dari kondisi mengerikan tadi aku masih duduk rapi tanpa ada pergerakan yang berarti. Tidak terasa air mata menetes di pipiku. Aku sanggup!! bentakku dalam hati. Aku sanggup memperjuangkan kebahagiaanku tanpa dirinya. Berapa kali aku memaafkan perbuatannya. Dia berselingkuh...ya.. dia tidak menghargai hubungan ini sejak awal. Dia binatang!!!
Kekesalanku membuat tubuhku kuat untuk berdiri dan melangkah pergi dari keramaian mata yang memandangku. Aku pulang......
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Keluar dari cafe itu membuat nafasku yang sesak sedikit lega. Aku tidak berpaling memandangnya. Aku tetap jalan lurus dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian berlalu. Aku bukan pulang. Aku mencari jalan-jalan yang sepi sehingga aku tidak harus berdesakan dengan mobil lain atau memacu kendaraanku cepat. Aku butuh ketenangan di jalan.
Aku tidak boleh marah. Aku yang salah. Aku yang menghancurkan semuanya. Aku juga yang harus bertanggung jawab memperbaiki hatinya dan hatiku.
Pikiranku melayang membayangkan kenangan kami pertama kali bertemu. Dia gadis lugu yang sama sekali tidak menarik untukku. Kehidupan kami begitu berbeda. Aku selalu mengejar duniawi, sedangkan dia mengejar agamanya. Jadi untuk berfikir bahwa aku akan jatuh cinta dengannya, sama sekali tidak ada dalam kamusku.
Perjumpaan kami .................
Pikiranku melayang membayangkan kenangan kami pertama kali bertemu. Dia gadis lugu yang sama sekali tidak menarik untukku. Kehidupan kami begitu berbeda. Aku selalu mengejar duniawi, sedangkan dia mengejar agamanya. Jadi untuk berfikir bahwa aku akan jatuh cinta dengannya, sama sekali tidak ada dalam kamusku.
Perjumpaan kami .................
Comments
Post a Comment